Kamis, 17 Maret 2016

Tugas 1: Vclass Bahasa Indonesia



1. Mengapa Bahasa Melayu diangkat menjadi Bahasa Indonesia?

Bahasa melayu mempunyai peranan yang sangat penting di berbagai bidang atau kegiatan di Indonesia pada masa lalu. Bahasa ini tidak hanya sekedar sebagai alat komunikasi dibidang ekonomi (perdagangan). Tetapi juga dibidang visual (alat komunikasi massa). Politik (perjanjian antar kerajaan). Sejak itulah penguasaan dan pemakaian bahasa melayu menyebar ke seluruh pelosok kepulauan Indonesia.

Perkembangan bahasa melayu tersebut dinamakan perkembangan konseptual yang memiliki tiga bentuk. Pertama, perkembangan bahasa yang dipengaruhi oleh interaksi antar daerah, Kedua, perkembangan bahasa daerah yang lain, dan yang terakhir perkembangan bahasa yang di akibatkan oleh pertemuan bahasa melayu dalam konteks yang lebih luas.

Bahasa melayu berkembang berdasarkan interaksi dengan lingkungan sosial yang bersinggungan antar ruang dan waktu, yang mana terjadi suatu hal yang sedang mempengaruhi penggunaan bahasa. Historis tersebut dapat dilihat dari asal usul bahasa yang merupakan awal komunikasi antar orang yang menggunakan bahasa isyarat ke kata-kata yang semakin komunikatif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi diambilnya bahasa melayu menjadi Bahasa Indonesia:
  1. Bahasa melayu adalah bahasa sederhana. Komunikatif, dijadikan bahasa yang menjadi ciri khas bagi perdagangan dan pelayanan di pelabuhan Indonesia maupun di negara-negara luar Indonesia.
  2. Bahasa melayu tidak mempunyai tingkatan-tingkatan bahasa seperti yang dimiliki oleh bahasa lain.
  3. Bahasa melayu dijadikan bahasa kebudayaan.


2. Bagaimana proses terjadinya Bahasa Indonesia sampai menjadi Bahasa Negara?

Hindia Belanda pemerintah kolonial menyadari bahwa bahasa Melayu dapat digunakan untuk membantu dalam administrasi karyawan pribumi karena penguasaan karyawan asli bahasa Belanda lemah. Dengan mengandalkan Melayu Tinggi (karena memiliki buku referensi) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa.

Promosi Melayu dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung oleh publikasi sastra dalam bahasa Melayu. Sebagai hasil dari pilihan ini terbentuk “embrio” Indonesia yang perlahan mulai terpisah dari bentuk asli dari bahasa Melayu Riau-Johor.

Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan Melayu mulai muncul. Pada tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kemudian menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.

Ejaan Van Ophuysen awal penyusunan Kitab Logat Melayu (mulai 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.

Intervensi pemerintah semakin kuat dengan pembentukan Commissie voor de Volkslectuur (“Komisi Bacaan Rakyat” – KBR) pada tahun 1908. Kemudian, lembaga ini menjadi Poestaka Hall.

Pada tahun 1910 komite ini, di bawah kepemimpinan DA Rinkes, Taman Poestaka program yang dicanangkan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Pengembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan.

Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai “bahasa persatuan nasional” pada saat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional saran Muhammad Yamin, seorang politikus, penulis, dan sejarawan. Dalam pidato di Kongres Nasional di Jakarta, Yamin mengatakan,“Jika mengacu pada masa depan bahasa yang ada di Indonesia dan sastra, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa nasional adalah bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi lingua yang franca atau bahasa persatuan”.

Peristiwa-Peristiwa Penting Bahasa Indonesia

Pada tahun 1908, pemerintah kolonial mendirikan buku penerbit bernama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Perpustakaan Pusat. Badan penerbit menerbitkan novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah satu Perawatan, buku panduan penanaman, pemeliharaan buku kesehatan, yang tidak sedikit untuk membantu penyebaran Melayu di masyarakat luas.

Tanggal 16 Juni 1927 John Datuk Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertama kalinya di sesi Volksraad, seseorang berpidato dalam bahasa Indonesia.

28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa nasional Indonesia.

1933 mendirikan generasi penulis muda yang menamakan diri Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Alisyahbana.

1936 Sutan Alisyahbana mempersiapkan Indonesia Grammar Baru.

Diadakan 25-28 Juni 1938 Indonesia pertama Kongres di Solo. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pelatihan bisnis kongres dan pengembangan Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.

18 Agustus 1945 menandatangani Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan salah satu artikel (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik bukannya ejaan Van Ophuijsen sebelumnya berlaku.

28 Oktober sampai 2 November 1954 Kongres II Indonesia di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan dari tekad Indonesia untuk terus meningkatkan Indonesia yang diangkat sebagai bahasa nasional dan ditetapkan sebagai bahasa negara.

Tanggal 16 Agustus 1972 Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan Indonesia Peningkatan Ejaan (EYD) melalui pidato kenegaraan sebelum sesi Parlemen didorong juga dengan Keputusan Presiden Nomor 57 1972.

Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan Pedoman Umum Pembentukan dan istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Nusantara).

28 Oktober sampai 2 November 1978 Indonesia Kongres III yang diselenggarakan di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda ke-50 di samping menunjukkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha untuk memperkuat posisi dan fungsi bahasa Indonesia.

Tanggal 21-26 November 1983 Indonesia Kongres IV yang diselenggarakan di Jakarta. Kongres ini digelar dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda ke-55. Dalam putusannya menyatakan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus ditingkatkan sehingga amanat yang terkandung dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mengharuskan semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, bisa mencapai sedekat mungkin.

28 Oktober hingga 3 November 1988 Indonesia Kongres V yang diadakan di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh sekitar tujuh ratus pakar dari seluruh Indonesia peserta Indonesia dan tamu dari negara-negara tetangga seperti Brunei, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres ditandatangani oleh pekerjaan besar yang disajikan Pembangunan dan Pengembangan Bahasa Pusat pecinta bahasa di Nusantara, Kamus Indonesia dan Tata Bahasa Baku Indonesia.

28 Oktober sampai 2 November 1993 Indonesia Kongres VI yang diadakan di Jakarta. Sebanyak 770 peserta dari para ahli bahasa Indonesia dan 53 tamu dari peserta asing termasuk Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hong Kong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres menyarankan bahwa Pembangunan dan Pengembangan Bahasa Pusat upgrade ke Institute Indonesia, serta mengusulkan perumusan hukum Indonesia.

Diadakan pada 26-30 Oktober 1998 di Kongres VII Indonesia Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres yang mengusulkan pembentukan Dewan Penasehat Bahasa.



3. Jelaskan ragam bahasa tulis dan ragam Bahasa lisan!

Ragam Bahasa Lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Ciri-ciri ragam bahasa lisan diantaranya :
  1. Memerlukan kehadiran orang lain,
  2. Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap,
  3. Terikat ruang dan waktu dan
  4. Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.
Ragam bahasa lisan memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihan ragam bahasa lisan diantaranya sebagai berikut:
  1. Dapat disesuaikan dengan situasi.
  2. Faktor efisiensi.
  3. Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan gerak anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi, mimik dan gerak-gerak pembicara.
  4. Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakannya.
  5. Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang dituturkan oleh penutur.
  6. Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari informasi audit, visual dan kognitif.
Sedangkan kelemahan ragam bahasa lisan diantaranya sebagai berikut:
  1. Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase sederhana.
  2. Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
  3. Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan secara baik.
  4. Aturan-aturan bahasa yang dilakukan seringkali menggunakan ragam tidak formal.
Ragam bahasa tulis adalah ragam bahasa yang digunakan melalui media tulis, tidak terkait ruang dan waktu sehingga diperlukan kelengkapan struktur sampai pada sasaran secara visual atau bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan dan kosakata. Ciri-ciri ragam bahasa tulis adalah sebagai berikut:
  1. Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
  2. Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
  3. Tidak terikat ruang dan waktu.
  4. Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.
Sama halnya dengan ragam bahasa lisan, ragam bahasa tulis juga memiliki kelemmahan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari ragam bahasa tulis diantaranya:
  1. Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang menarik dan menyenangkan.
  2. Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
  3. Sebagai sarana memperkaya kosakata.
  4. Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan pembaca.
Sedangkan kelemahan dari ragam bahasa tulis diantaranya sebagai berikut:
  1. Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
  2. Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual.
  3. Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh karena itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.


4. Apa maksud slogan “Gunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar “?

Sering kita dengar ungkapan “gunakan bahasa Indonesia Sering kita dengar ungkapan “gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar” tetapi muncul di televisi ternyata tidak sama maksudnya “gunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar”. Perbedaan kata yang dan dengan dalam kedua slogan itu kurang kita pedulikan. Maksud slogan yang pertama “gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar” adalah pemakaian yang mengacu ke arah yang secara langsung berpatokan pada bahasa yang baik dan kaidah bahasa yang benar. Sebaliknya, maksud slogan “Gunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar” adalah semacam anjuran agar pemakaian ragam bahasa yang sejalan dengan tujuannya serta mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang betul. Perbedaan maksud slogan itu terlihat bahwa slogan “yang baik dan benar” ‘lah yang lebih diperhatikan karena hubungan lngsung dengan pemakaian bahasa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan agan - agan semua.